Monday, July 13, 2015

Siapakah Sultan Pertama di Pulau Jawa ? (bag. 2)

Penggambaran sosok Raden Patah (sumber : wacananusantara.com)

 

Sambungan dari bagian-1

sultan-pertama-di-jawa

 

Naiknya kekuatan Demak & mundurnya Mojopahit


Demak bertumbuh semakin maju. Posisinya di pesisir banyak dikunjungi pedagang di seluruh nusantara. Pada masa pemerintahan Rd Patah, didirikan Masjid Agung Demak dan keraton didekatnya. Masjid agung menjadi pusat penyebaran Islam oleh para wali.

Kondisi berbeda terjadi pada kerajaan Mojopahit, mengalami kemunduran, banyak kadipaten yang memerdekakan diri, dan sudah tidak bisa dikuasai lagi.

Istana Raja Kertabumi mendapat serangan dari Ranawijaya untuk membalas kekalahan ayahnya dahulu saat perebutan kekuasaan Mojopahit. Kertabumi dan pengikutnya melarikan diri ke gunung Lawu dan sang raja moksa (menghilang secara gaib) di Candi Cetho. Kebenaran mengenai peristiwa moksa ini masih jadi perdebatan kebenarannya.

Ibukota kerajaan Mojopahit dipindah ke Daha (Kediri), Ranawijaya menjadi raja dengan gelar Prabu Natha Girindrawardhana Dyah Ranawijaya. Meskipun Rd Patah mengakui kekuasaan Ranawijaya sebagai penguasa Mojopahit, tapi sempat ada perang antara mereka karena Ranawijaya menjalin hubungan dekat dengan pihak Portugis yang saat itu sudah bercokol di Malaka (Malaysia).


Peta kekuasaan Demak (sumber : mbahrogo.wordpress.com)

Masjid agung Demak (sumber : tripadvisor.com)

Pengganti Raden Patah


Rd Patah wafat pada tahun 1518, usia 63 tahun. Diperkirakan penyebabnya karena sakit. Penggantinya adalah Raden Abdul Qadir alias Adipati bin Yunus alias Pati Unus, yang merupakan menantu Rd Patah. Pati Unus adalah putra Raden Muhamad Yunus.

Pati Unus cukup dikenal dalam sejarah karena keberaniannya memimpin pasukan gabungan dari Jawa, untuk menyerang Portugis yang sudah menguasai Malaka.

Kontroversi kisah Raden Patah


Sebenarnya kisah mengenai Rd Patah ada beberapa versi, dan kisah-kisah itu menimbulkan kontroversi.

1.       Misalnya mengenai pernikahan ibunya dengan Kertabumi. Dimana sang ibu adalah keturunan ulama Islam, mana mungkin menikah dengan raja beragama non-muslim? Apakah saat menikah sang pangeran menjadi mualaf?
2.       Mengenai sang ayah tiri, Adipati Palembang Arya Damar, ada versi yang menceritakan bahwa dia adalah putra Kertabumi juga. Mana mungkin ibu Rd Patah menikahi anak tirinya sendiri? Padahal sang ibu keturunan ulama Islam, pastinya tahu bahwa hal itu tidak mungkin. Lalu apakah ini tidak menimbulkan kekacauan silsilah Rd Patah dengan adik tirinya (Rd kusen) ?
3.       Mengenai gelar Sayyid pada Rd Patah, bila memang didapat dari garis keturunan sang ibu, bukankah seorang wanita sayyidah (syarifah) harusnya menikah dengan seorang sayyid, bukan dengan seorang pangeran non-muslim?
4.       Mengenai hubungan Rd Patah dengan ayahnya. Ada beberapa versi bahwa Rd Patah menyerang kerajaan Mojopahit untuk menggulingkan kekuasaan sang ayah. Bukankah saat itu Rd Patah memiliki kedekatan dengan para Sunan? Tidak mungkin mereka menyarankan Rd Patah untuk berbuat durhaka.

Demikian kisah Rd Patah yang telah tertulis dalam sejarah, namun ada beberapa versi yang bisa menimbulkan kontroversi, mungkin hal ini masih perlu dikaji lebih dalam oleh para ahli sejarah.
Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk sobat pembaca Littlewawan. Kami sadari bahwa tulisan ini masih ada kekurangan, jadi kami mohon kritiknya, bisa disampaikan dalam kolom komentar. Terimakasih.


Wassalam.

Phone/Whatsapp : +6281331122195
Email : little.wawan@gmail.com
Twitter : @little_wawan
Facebook : littlewawanblogger


Tulisan sebelumnya :
kisah ki ageng bungkul
masjid agung sunan ampel dan sejarahnya
touring to goa cina beach
pertempuran surabaya & museum tugu pahlawan
touring to dalegan beach

Siapakah Sultan Pertama di Pulau Jawa ?

Penggambaran sosok Raden Patah (sumber : wacananusantara.org)


Assalamu alaikum wr wb.

Bagaimanakah kabar sobat pembaca blog Littlewawan semuanya?  Semoga dalam keadaan sehat dan bahagia.

Prolog


Setelah sebelumnya blog Littlewawan menulis artikel mengenai Sunan Ampel dan Ki Ageng Bungkul, kali ini kami akan menuliskan tokoh lain yang juga terkenal dalam sejarah Islam di Indonesia. Dialah Raden Patah, sultan pertama di pulau Jawa. Gimana kisah beliau? So let’s check this out bro!

Asal-usul Raden Patah


Raden Patah/Fattah dilahirkan di Palembang, diperkirakan pada tahun 1455. Masa kecilnya beliau dipanggil Jin Bun, nama etnis Cina. Lohh kok Cina? Iya bro, soalnya ibu beliau adalah keturunan Cina.

Supaya gak tambah bingung, kita telusuri satu-satu. Berawal dari kedatangan Laksamana Cheng Ho dari kekaisaran Cina di pulau Jawa. (kisah Cheng Ho bisa baca disini.sejarah-cheng-ho) Dalam rombongan itu ikut seorang ulama Islam dari Champa (Vietnam) bernama Syekh Quro dan putranya (Syekh Ban Tong), turun di daerah Karawang. Lalu Syekh Ban Tong menetap di Gresik, menjadi ulama dan pedagang.

Kemudian Syekh Ban Tong menikah dengan wanita keturunan Cina bernama Siu Te Yo. Dari pernikahan mereka, lahir seorang putri bernama Siu Ban Ci. Kenapa putrinya memakai nama marga sang ibu? I don’t know why…

Setelah Siu Ban Ci dewasa, dia menikah dengan seorang pangeran kerajaan Mojopahit, yaitu Kertabumi. Tapi nasib Siu Ban Ci kurang beruntung, saat sang suami menjadi raja Mojopahit (Brawijaya V Kertabumi), sang putri harus diasingkan ke Palembang. Hal ini karena Raja Kertabumi sudah menikah lagi dengan putri dari negeri Champa bernama Dwarawati yang sangat dicintai oleh sang raja. Sedikit kisah Dwarawati muncul juga dalam kisah Sunan Ampel (baca disini masjid-agung-sunan-ampel-dan-sejarahnya )

Singkat cerita, Ratu Dwarawati cemburu pada selir sang raja, yaitu Siu Ban Ci. Dalam kondisi hamil Siu Ban Ci dikirim ke kadipaten Palembang yang masih dibawah kekuasaan Mojopahit. Disana dia dititipkan pada adipati Palembang bernama Arya Damar. Arya Damar masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Raja Kertabumi.

Akhirnya lahirlah putra dari Siu Ban Ci, diberi nama Raden Fattah alias Jin Bun. Fattah berarti kemenangan, Jin Bun berarti orang kuat.

Setelah Rd Patah lahir, Siu Ban Ci menikah dengan Arya Damar. Dari pernikahannya lahir Raden Kinsan (Rd Kusen), sebagai adik tiri Rd Patah.

Dari kisah diatas, kita bisa beranggapan bahwa Rd Patah memiliki darah keturunan Mojopahit, Champa, Cina. Namun beliau juga memiliki kedekatan asal-usul dengan Palembang dan Gresik (koyok e kok mbulet yo).

Raden Patah menetap di Pulau Jawa


Setelah dewasa, Rd Patah dan Rd Kusen berlayar ke pulau Jawa, karena tidak mau menggantikan kekuasaan Arya Damar di Palembang, tapi lebih tertarik untuk mempelajari agama Islam kepada Sunan Ampel di Surabaya. Adapun Sunan Ampel adalah keponakan dari Ratu Dwarawati dari negeri Champa (Vietnam), jadi antara Rd Patah & Sunan Ampel masih punya hubungan kekerabatan (rasanya pada jaman itu, semua orang seperti masih bersaudara yahhh).

Tidak hanya berguru agama, Rd Patah juga menikahi salah satu putri Sunan Ampel, yaitu Dewi Murtasimah. Kelak Rd Patah memiliki 3 orang istri.

Setelah selesai nyantri di Surabaya, Rd Patah menetap di Glagah Wangi, pesisir utara Jawa Tengah. Awalnya adalah sebuah hutan rawa, dibangun menjadi pesantren, berkembang menjadi pedesaan.  Sedangkan Rd Kusen memutuskan untuk mengabdi pada kerajaan Mojopahit, akhirnya diangkat menjadi adipati di Terung (Krian-Jawa Timur).

Waktu berlalu, daerah Glagah Wangi semakin maju. Berita ini sampai juga pada Raja Kertabumi Brawijaya V dan ini membuatnya marah, karena kuatir timbulnya kekuatan baru yang bisa menyaingi Mojopahit. Rd Kusen diperintah untuk mengajak Rd Patah menghadap sang raja. Namun berkat nasihat dari Sunan Ampel, Raja Kertabumi mau mengakui bahwa Rd Patah adalah putranya, kemudian diangkat sebagai adipati di Glagah Wangi yang diganti nama menjadi kota Demak, dengan ibukota Bintoro (disebut juga sebagai Demak Bintoro). Disinilah awal mula berdirinya Kesultanan Demak, tahun 1475. Rd Patah menjadi sultan yang pertama bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Palembang Sayidin Panatagama.

Peta posisi kadipaten Demak, awalnya berada tepat di pesisir, namun kini jauh dari pantai (sumber : pendidikan4sejarah.blogspot.com)

Bersambung ... 

sultan-pertama-di-jawa-bag2

 

 

Tuesday, July 7, 2015

Kisah Ki Ageng Bungkul

Pintu gerbang kompleks makam Ki Ageng Bungkul



Assalamu alaikum wr wb.

Gimana kabar sobat pembaca semua? Semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan.
Setelah artikel sebelumnya membahas Sunan Ampel, kali ini blog Littlewawan akan menulis mengenai sosok Ki Ageng Bungkul, yang tidak terlepas kaitannya dengan Sunan Ampel.

Makam Ki Ageng Bungkul berada di Taman Bungkul – Jl Raya Darmo Surabaya. Taman ini digunakan sebagai public area. Masuk ke area makam melewati sebuah gerbang kecil di dekat area wisata kuliner. Kemudian di dalam kita akan melewati mushola dan rumah penjaga makam. Kemudian kita masuk lewat pintu gerbang lagi ke dalam makam beliau. Di dalam kompleksnya juga ada beberapa makam lainnya, yaitu makam keluarga dan santri Ki Ageng Bungkul.

Jalan masuk ke makam melewati area wisata kuliner Taman Bungkul


Siapakah sosok Ki Ageng Bungkul ?
Menurut cerita sejarah yang diyakini masyarakat, beliau adalah keturunan keluarga pejabat kerajaan Mojopahit. Nama beliau sebelumnya adalah Ki Ageng Supo alias Mpu Supo. Setelah memeluk Islam beliau berganti nama menjadi Ki Ageng Mahmudin. Beliau juga ikut menyebarkan agama Islam di Surabaya.
Alkisah Raden Rahmat dari kerajaan Champa datang ke Mojopahit, kemudian diberi tanah di daerah Ampel – Surabaya. Dalam perjalanannya Rd Rahmat sempat mampir ke kediaman Mpu Supo. Kemudian Rd Rahmat meneruskan perjalanannya lalu menetap di daerah Ampel, kemudian lebih dikenal sebagai Sunan Ampel.

Kisah Sunan Ampel baca disini. masjid-agung-sunan-ampel-dan-sejarahnya

Ki Ageng Bungkul memiliki putri bernama Dewi Wardah. Ki Ageng Bungkul ingin putrinya segera menikah, kemudian beliau memetik buah delima dari kebunnya, lalu dihanyutkan ke sungai Kalimas. Beliau bernazar bahwa siapa yang menemukan delima itu akan diangkat sebagai suami putrinya.

Esok harinya, beliau menyusuri Kalimas, lalu sampai di pesantren Sunan Ampel. Beliau menanyakan pada Sunan ampel siapa yang menemukan buah delima yang hanyut di sungai. Ternyata yang menemukan adalah seorang santri bernama Raden Paku.

Padahal Rd Paku sebenarnya akan menikah dengan putri dari Sunan Ampel, bernama Dewi Murtosiyah. Tapi Sunan ampel menganggap bahwa ini memang sudah suratan takdir, bahwa Rd Paku akan memiliki 2 istri, yaitu Dewi Wardah dan Dewi Murtosiyah. Kedua istrinya merupakan keturunan ulama terkenal.
Rd Paku selanjutnya dikenal sebagai Sunan Giri.

Demikian kisah  mengenai Ki Ageng Bungkul, semoga bisa bermanfaat buat sobat pembaca blog Littlewawan. Terimakasih.