Wednesday, August 26, 2015

Tahta berdarah Singhasari (2)

Sambungan dari tulisan sebelumnya 
tahta-berdarah-singhasari 

Patung Ken Dedes - sumber : wikipedia


Berdirinya Kerajaan Tumapel / Singhasari 

Kemudian Ken Arok mengangkat dirinya sebagai akuwu Tumapel, menikahi Ken Dedes, meskipun sedang hamil putranya Tunggul Ametung.
Saat itu Tumapel adalah kecamatan dibawah kekuasaan kerajaan Kediri. Ken Arok berencana melepaskan Tumapel dari Kediri. Ken Dedes melahirkan putranya dari pernikahan dengan Tunggul ametung, diberi nama Anusapati, tahun 1222. Sedangkan dari Ken Arok, kelak Ken Dedes punya 4 orang anak, yaitu Mahisa Wonga Teleng,Panji Saprang, Agnibhaya, & Dewi Rambi.
Kebetulan di Kediri ada perseteruan antara Raja Kertajaya (= Prabu Dandhang Gendhis) dengan para pendeta Hindu & Buddha. Kertajaya minta dirinya disembah seperti dewa. Sang raja memamerkan kesaktiannya dengan duduk diatas tombak yang berdiri, tapi para pendeta tetap tidak mau menyembahnya, kemudian mereka pindah ke Tumapel untuk minta perlindungan.
Atas restu para pendeta Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi, wilayah tumapel dinyatakan lepas dari Kediri sebagai kerajaan baru, ibukotanya di Singhasari, sehingga sering disebut juga sebagai Kerajaan Singhasari.
Raja Kertajaya tidak takut terhadap pemberontakan ini, dia berkata bahwa yang bisa mengalahkan dirinya cuma Dewa Siwa (=Bhatara Guru), maka Ken Arok juga memakai gelar Bhatara Guru. Perang Kediri & Singhasari terjadi di dekat desa Ganter. Panglima Kediri, Mahisa Walungan (adik Kertajaya) & Gubar Baleman tewas di tangan Ken Arok. Raja Kertajaya lalu melarikan diri dan menghilang dalam sebuah candi, dikabarkan dirinya sudah moksa (masuk ke alam gaib).
Kediri kini statusnya menjadi kadipaten di bawah kekuasaan Singhasari, putra Kertajaya bernama Jayasabha diangkat sebagai adipati. Tidak diduga, kelak keturunan Jayasabha yang bisa meruntuhkan kerajaan Singhasari. Namun ada versi berbeda bahwa adipati Kediri dipegang oleh putra tertua Ken Arok-Ken Dedes yang bernama Mahisa Wonga Teleng, bergelar Bhatara Parameswara.
Mengenai kekuasaan di Kediri pada era ini, kemungkinan juga terjadi pertumpahan darah antara anak-anak Ken Arok. Tidak lama Mahisa Wonga Teleng wafat, sedangkan putranya masih kecil,sehingga sementara tahta Kediri dipegang oleh adik kandungnya,Agnibhaya. Namun tidak lama tahtanya direbut oleh Tohjaya. Tohjaya adalah putra tertua Ken Arok dengan Ken Umang. Pergantian kekuasaan di Kediri seperti tidak ada habisnya.

Pembunuhan Ken Arok

Karena Anusapati adalah anak tiri, Ken Arok kurang menyayanginya. Anusapati juga merasa iri pada Mahisa Wonga Teleng yang diberi tahta adipati Kediri. Anusapati akhirnya tahu bahwa Ken arok lah pembunuh ayah kandungnya. Anusapati berhasil memperoleh keris sakti Mpu Gandring yang disimpan ibunya, Ken Dedes. Ia berniat memakai keris sakti itu untuk membunuh ayah tirinya, Ken Arok, yang juga terkenal sakti.
Anusapati memerintahkan seorang pengalasan (prajurit kerajaan) dari desa Batil untuk melaksanakannya, dan tewaslah Ken Arok ditusuk dari belakang, oleh kerisnya sendiri. Ken Arok adalah korban ke-4 keris Mpu Gandring. Kejadian ini terjadi tahun 1247, usia Ken Arok 65 tahun. Kemudian Anusapati membunuh pengalasan itu, supaya tidak diketahui siapa dalang pembunuhannya (korban ke-5).

Saling balas dendam penguasa Singhasari

Kekuasaan kerajaan Singhasari diteruskan oleh Anusapati, bergelar Raja Bhatara Anusapati. Karena kuatir pembalasan dendam oleh anak-anak Ken Arok, Anusapati mendirikan benteng & parit di sekeliling istananya, penjagaannya diperkuat. Sementara itu anak-anak Ken Arok akhirnya tahu bahwa dalang pembunuhan ayah mereka adalah Anusapati.
Tohjaya adalah anak tertua pasangan Ken Arok-Ken Umang, yang menjabat sebagai adipati Kediri, berniat membalas dendam kematian ayahnya, tapi dia tahu sulit untuk membunuh sang raja baru. Setelah memiliki keris Mpu Gandring, dia bersiasat dengan mengajak sang raja bertanding adu ayam, karena ini memang kegemaran sang raja. Saking asyiknya menonton adu ayam, sang raja tidak tahu bahwa Tohjaya sudah menyiapkan keris sakti. Anusapati pun tewas ditusuk keris itu (korban ke-6). Peristiwa ini terjadi tahun 1249, Anusapati menjadi raja hanya 2 tahun.
Sejak peristiwa ini keris sakti Mpu Gandring seolah menghilang, kabarnya dipendam di dalam Gn Kelud. Namun hal ini belum terbukti karena keberadaannya misterius.
Meskipun tahta Singhasari sedang kosong, tapi tidak ada bukti kuat bahwa Tohjaya menjadi raja disana, ada kemungkinan Tohjaya mengawasi pemerintahan dari Kediri. Tapi Tohjaya tidak bisa hidup tenang, karena dibayangi oleh pembalasan dendam oleh anak Anusapati, yaitu Ranggawuni; juga dibayangi pembalasan dendam oleh anak Mahisa Wonga Teleng, yaitu Mahisa Campaka.
Raja Tohjaya lalu memerintahkan prajuritnya bernama Lembu Ampal untuk menghabisi Ranggawuni & Mahisa Campaka, namun tidak berhasil, karena mereka dilindungi oleh Panji Patipati, seorang pejabat istana. Karena takut dihukum karena kegagalannya, Lembu Ampal bergabung dengan kelompok Ranggawuni-Mahisa Campaka, memberontak terhadap kekuasaan Tohjaya. Setelah badannya tertusuk tombak, Tohjaya melarikan diri, akhirnya wafat di desa Katang Lumbang-Pasuruan. Peristiwa ini terjadi tahun 1250.

Penyatuan kekuasaan Singhasari 

Kemudian tahta Singhasari dipegang oleh Ranggawuni (bergelar Wisnuwardhana) dan Mahisa Campaka (bergelar Narasinghamurti). Dengan adanya kekuasaan bersama ini, tercipta perdamaian antara cucu Tunggul Ametung & cucu Ken Arok. Pemerintahan bersama ini terjadi sampai tahun 1272, atau selama 22 tahun.
Setelah Ranggawuni wafat, penggantinya adalah putranya, bernama Kertanegara, hasil pernikahan dengan Waning Hyun (putrinya Mahisa Wonga Teleng). Bisa dibilang bahwa Kertanegara memiliki garis keturunan Tunggul Ametung & Ken Arok sekaligus.

Peta kekuasaan Singhasari pada era Kertanegara - sumber : wikipedia

Selama pemerintahan Kertanegara, kerajaan Singhasari mencapai jaman keemasannya, wilayah kekuasaanya meliputi Jawa, Melayu sampai Maluku. Tujuannya untuk menahan gempuran tentara Mongol yang sudah menguasai dunia (dari Timur Tengah sampai Rusia).
Demikian tulisan kami mengenai pertumpahan darah yang terjadi pada masa kekuasaan kerajaan Singhasari, yang dirangkum dari catatan sejarah yang terdapat dalam naskah-naskah kuno seperti Pararaton, Negarakertagama, juga Prasasti Mula Malurung. Memang terdapat banyak catatan yang saling bertolak-belakang antara naskah-naskah kuno itu, kami coba satukan sesuai logika, dan ada kemungkinan faktanya tidak terjadi seperti tulisan diatas. Untuk itu mohon kami dikoreksi lewat komentar sobat pembaca blog Little Wawan.

Foto patung Ken Dedes di dekat candi
Terimakasih.

Wassalam.

Phone/Whatsapp : +6281331122195
Email : little.wawan@gmail.com
Twitter : @little_wawan
Facebook : littlewawanblogger

Tulisan sebelumnya :

No comments: