Sambungan dari tulisan sebelumnya
tahta-berdarah-singhasari
|
Patung Ken Dedes - sumber : wikipedia |
Berdirinya Kerajaan Tumapel / Singhasari
Kemudian Ken Arok mengangkat dirinya sebagai akuwu Tumapel, menikahi Ken Dedes, meskipun sedang hamil putranya Tunggul Ametung.
Saat
itu Tumapel adalah kecamatan dibawah kekuasaan kerajaan Kediri. Ken
Arok berencana melepaskan Tumapel dari Kediri. Ken Dedes melahirkan
putranya dari pernikahan dengan Tunggul ametung, diberi nama Anusapati,
tahun 1222. Sedangkan dari Ken Arok, kelak Ken Dedes punya 4 orang anak,
yaitu Mahisa Wonga Teleng,Panji Saprang, Agnibhaya, & Dewi Rambi.
Kebetulan
di Kediri ada perseteruan antara Raja Kertajaya (= Prabu Dandhang
Gendhis) dengan para pendeta Hindu & Buddha. Kertajaya minta dirinya
disembah seperti dewa. Sang raja memamerkan kesaktiannya dengan duduk
diatas tombak yang berdiri, tapi para pendeta tetap tidak mau
menyembahnya, kemudian mereka pindah ke Tumapel untuk minta
perlindungan.
Atas restu para pendeta Ken Arok mengangkat dirinya
sebagai raja dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi, wilayah
tumapel dinyatakan lepas dari Kediri sebagai kerajaan baru, ibukotanya
di Singhasari, sehingga sering disebut juga sebagai Kerajaan Singhasari.
Raja
Kertajaya tidak takut terhadap pemberontakan ini, dia berkata bahwa
yang bisa mengalahkan dirinya cuma Dewa Siwa (=Bhatara Guru), maka Ken
Arok juga memakai gelar Bhatara Guru. Perang Kediri & Singhasari
terjadi di dekat desa Ganter. Panglima Kediri, Mahisa Walungan (adik
Kertajaya) & Gubar Baleman tewas di tangan Ken Arok. Raja Kertajaya
lalu melarikan diri dan menghilang dalam sebuah candi, dikabarkan
dirinya sudah moksa (masuk ke alam gaib).
Kediri kini statusnya
menjadi kadipaten di bawah kekuasaan Singhasari, putra Kertajaya bernama
Jayasabha diangkat sebagai adipati. Tidak diduga, kelak keturunan
Jayasabha yang bisa meruntuhkan kerajaan Singhasari. Namun ada versi
berbeda bahwa adipati Kediri dipegang oleh putra tertua Ken Arok-Ken
Dedes yang bernama Mahisa Wonga Teleng, bergelar Bhatara Parameswara.
Mengenai
kekuasaan di Kediri pada era ini, kemungkinan juga terjadi pertumpahan
darah antara anak-anak Ken Arok. Tidak lama Mahisa Wonga Teleng wafat,
sedangkan putranya masih kecil,sehingga sementara tahta Kediri dipegang
oleh adik kandungnya,Agnibhaya. Namun tidak lama tahtanya direbut oleh
Tohjaya. Tohjaya adalah putra tertua Ken Arok dengan Ken Umang.
Pergantian kekuasaan di Kediri seperti tidak ada habisnya.
Pembunuhan Ken Arok
Karena
Anusapati adalah anak tiri, Ken Arok kurang menyayanginya. Anusapati
juga merasa iri pada Mahisa Wonga Teleng yang diberi tahta adipati
Kediri. Anusapati akhirnya tahu bahwa Ken arok lah pembunuh ayah
kandungnya. Anusapati berhasil memperoleh keris sakti Mpu Gandring yang
disimpan ibunya, Ken Dedes. Ia berniat memakai keris sakti itu untuk
membunuh ayah tirinya, Ken Arok, yang juga terkenal sakti.
Anusapati
memerintahkan seorang pengalasan (prajurit kerajaan) dari desa Batil
untuk melaksanakannya, dan tewaslah Ken Arok ditusuk dari belakang, oleh
kerisnya sendiri. Ken Arok adalah korban ke-4 keris Mpu Gandring.
Kejadian ini terjadi tahun 1247, usia Ken Arok 65 tahun. Kemudian
Anusapati membunuh pengalasan itu, supaya tidak diketahui siapa dalang
pembunuhannya (korban ke-5).
Saling balas dendam penguasa Singhasari
Kekuasaan
kerajaan Singhasari diteruskan oleh Anusapati, bergelar Raja Bhatara
Anusapati. Karena kuatir pembalasan dendam oleh anak-anak Ken Arok,
Anusapati mendirikan benteng & parit di sekeliling istananya,
penjagaannya diperkuat. Sementara itu anak-anak Ken Arok akhirnya tahu
bahwa dalang pembunuhan ayah mereka adalah Anusapati.
Tohjaya
adalah anak tertua pasangan Ken Arok-Ken Umang, yang menjabat sebagai
adipati Kediri, berniat membalas dendam kematian ayahnya, tapi dia tahu
sulit untuk membunuh sang raja baru. Setelah memiliki keris Mpu
Gandring, dia bersiasat dengan mengajak sang raja bertanding adu ayam,
karena ini memang kegemaran sang raja. Saking asyiknya menonton adu
ayam, sang raja tidak tahu bahwa Tohjaya sudah menyiapkan keris sakti.
Anusapati pun tewas ditusuk keris itu (korban ke-6). Peristiwa ini
terjadi tahun 1249, Anusapati menjadi raja hanya 2 tahun.
Sejak
peristiwa ini keris sakti Mpu Gandring seolah menghilang, kabarnya
dipendam di dalam Gn Kelud. Namun hal ini belum terbukti karena
keberadaannya misterius.
Meskipun tahta Singhasari sedang kosong,
tapi tidak ada bukti kuat bahwa Tohjaya menjadi raja disana, ada
kemungkinan Tohjaya mengawasi pemerintahan dari Kediri. Tapi Tohjaya
tidak bisa hidup tenang, karena dibayangi oleh pembalasan dendam oleh
anak Anusapati, yaitu Ranggawuni; juga dibayangi pembalasan dendam oleh
anak Mahisa Wonga Teleng, yaitu Mahisa Campaka.
Raja Tohjaya lalu
memerintahkan prajuritnya bernama Lembu Ampal untuk menghabisi
Ranggawuni & Mahisa Campaka, namun tidak berhasil, karena mereka
dilindungi oleh Panji Patipati, seorang pejabat istana. Karena takut
dihukum karena kegagalannya, Lembu Ampal bergabung dengan kelompok
Ranggawuni-Mahisa Campaka, memberontak terhadap kekuasaan Tohjaya.
Setelah badannya tertusuk tombak, Tohjaya melarikan diri, akhirnya wafat
di desa Katang Lumbang-Pasuruan. Peristiwa ini terjadi tahun 1250.
Penyatuan kekuasaan Singhasari
Kemudian
tahta Singhasari dipegang oleh Ranggawuni (bergelar Wisnuwardhana) dan
Mahisa Campaka (bergelar Narasinghamurti). Dengan adanya kekuasaan
bersama ini, tercipta perdamaian antara cucu Tunggul Ametung & cucu
Ken Arok. Pemerintahan bersama ini terjadi sampai tahun 1272, atau
selama 22 tahun.
Setelah Ranggawuni wafat, penggantinya adalah
putranya, bernama Kertanegara, hasil pernikahan dengan Waning Hyun
(putrinya Mahisa Wonga Teleng). Bisa dibilang bahwa Kertanegara memiliki
garis keturunan Tunggul Ametung & Ken Arok sekaligus.
|
Peta kekuasaan Singhasari pada era Kertanegara - sumber : wikipedia |
Selama pemerintahan Kertanegara, kerajaan Singhasari mencapai jaman
keemasannya, wilayah kekuasaanya meliputi Jawa, Melayu sampai Maluku.
Tujuannya untuk menahan gempuran tentara Mongol yang sudah menguasai
dunia (dari Timur Tengah sampai Rusia).
Demikian tulisan kami
mengenai pertumpahan darah yang terjadi pada masa kekuasaan kerajaan
Singhasari, yang dirangkum dari catatan sejarah yang terdapat dalam
naskah-naskah kuno seperti Pararaton, Negarakertagama, juga Prasasti
Mula Malurung. Memang terdapat banyak catatan yang saling
bertolak-belakang antara naskah-naskah kuno itu, kami coba satukan
sesuai logika, dan ada kemungkinan faktanya tidak terjadi seperti
tulisan diatas. Untuk itu mohon kami dikoreksi lewat komentar sobat
pembaca blog Little Wawan.
|
Foto patung Ken Dedes di dekat candi |
Terimakasih.
Wassalam.
Phone/Whatsapp : +6281331122195
Email : little.wawan@gmail.com
Twitter : @little_wawan
Facebook : littlewawanblogger
Tulisan sebelumnya :